Asal Usul Orang
Sumba
Nama
Suku bangsa ini mungkin berasal dari kata “humba”, yang berarti “asli”. Mereka
menyebut dirinya sebagai Tau Humba, atau penduduk asli yang mendiami
pulau sumba. Wilayah mereka sekarang meliputi Kabupaten Sumba Barat dan Sumba
Timur. Bahasanya tergolong ke dalam
bahasa Austronesia, Melayu Polinesia Tengah-Selatan, keluarga bahasa
Bima-Sumba. Bahasa Sumba terbagi kepada dua dialek, yaitu dialek Sumba Barat
yang disebut juga bahasa Meiwewa, dan dialek Sumba Timur yang disebut
juga bahsa Kambera. Bahasa Meiwewa terdiri pula atas beberapa dialek
(sub dialek), yaitu: dialek Kodi, Wewewa Barat, Wewewa Timur, Waejewa, Laura
dan Walakaka. Sedangkan bahasa Kambera terdiri pula atas berberapa dialek
(subdialek), yaitu: dialek Manggikina, Manggarikuna dan Kambera. Jumlah
populasinya pada Tahun 1960 sekitar 250.000 jiwa, pada tahun 1984 menjadi
sekitar 381.000 jiwa, sekarang mungkin sekitar 500.000 jiwa. Suku Sumba berada
di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur.
Berdasarkan cerita yang sudah turun temurun, Sumba lahir dari empat pendaratan
para leluhur. Menurut Wohangara dan Ratoebandjoe dalam Woha (2008:40) menyatakan
bahwa: pendaratan para leluhur itu diatur strategi, seakan-akan mau melakukan
pengepungan terhadap tana Humba . Di Sumba Barat dan Sumba Timur , mengalami
perbedaan keyakinan terhadap adat akibat dari pengaruh moderenisasi. Namun, di
Kabupaten Sumba Timur terjadi pergeseran terutama kaum mudanya. Beberapa
dari mereka sudah mulai terpengaruh dari segi berpakaian dan mereka mulai lupa
pada bahasa ibunya sendiri. Pada hal bahasa ibu merupakan salah satu ciri
budaya suatu daerah. Ini mejadi keprihatinan pemerintah Sumba terhadap
kepercayaan adat mereka. Terlepas dari itu adat budaya suku Sumba masih terjaga
sampai hari ini. Kepercayaan mereka adalah kepercayaan khas daerah Marapu,
setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat
Sumba asli. Mereka menganut paham Dinamisme. Marapu menjadi falsafah dasar bagi
berbagai ungkapan budaya Sumba.
Kepercayaan dan Magi Orang Sumba
Kepercayaan
terhadap roh dalam kepercayaan agama Marapu, roh ditempatkan sebagai komponen yang
paling utama karena roh inilah yang harus kembali kepada Mawulu
Tau-Majii Tau. Roh dari orang yang sudah mati akan menjadi penghuni Parai
Marapu (negeri arwah, surga) dan dimuliakan sebagai Marapu bila
semasa hidupnya di dunia memenuhi segala nuku-hara (hukum dan
tata cara) yang telah ditetapkan oleh para leluhur.
Menurut kepercayaan, terdapat dua macam
roh, yaitu hamangu (jiwa, semangat) dan ndiawa atau ndewa (roh
suci, dewa). Hamangu ialah roh manusia selama hidupnya yang
menjadi inti dan sumber kekuatan dirinya. Berkat hamangu itulah
manusia dapat berpikir, berperasaan dan bertindak. Hamangu akan
bertambah kuat dalam pertumbuhan hidup, dan menjadi lemah ketika manusia sakit
dan tua. Hamangu yang telah meninggalkan tubuh manusia akan
menjadi makhluk halus dengan kepribadian tersendiri dan disebut ndiawa’’.
Ndiawa juga ada dalam semua makhluk hidup, termasuk binatang dan
tumbuh-tumbuhan, yang kelak menjadi penghuni parai marapu pula.
Kepercayaan Marapu
Penelitian agama Marapu dilaksanakan
di daratan Sumba provinsi Nusa Tenggara Timur atau disebut “Bumi Merapu”
tepatnya di Kabupaten Sumba Barat. Bumi Marapu adalah sebutan lain bagi Tana
Humba atau Sumba untuk keseluruhan daratan Sumba. Agama Marapu sebagai
komunitas masyarakat daratan Sumba hingga kini masih tetap eksis, meskipun
secara administasi kependudukan mereka sudah semakin terdesak dan digantikan
sebagai orang Kristen dan Katolik. Menurut informan dari pidak Kristen dan
Katolik, hal itu dipandang sebagai cara adaptasi, agar mereka dapat berperan
sejajar dengan warga negara indonesia lainnya di seluruh Sumba dalam aspek
kehidupan sosial, pendidikan, ekonomi dan politik.
Comments
Post a Comment