KEPERCAYAAN LOKAL PULAU SERAM (MALUKU)
Ditulis untuk memenuhi tugas pada
Mata Kuliah Agama-Agama Lokal
Dosen : Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh:
Tri Alvi Syahrin (11160321000022)
Dik Balqis Rojabiah (11160321000016)
FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI AGAMA AGAMA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017/2018
PENDAHULUAN
Pulau Maluku terletak diwilayah Indonesia bagian timur mempunyai
posisi geografi yang strategis.Tentang asal usul penduduk maluku yang pertama
sampai sekarang belum dapat dipastikan
oleh para ahli. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan, penduduk Maluku dewasa ini
merupakan percampuran dari berbagai manusia yang pernah berdiam dan memasuki
daerah Maluku. Bertolak daripada kenyataan tersebut dapatlah dikemukakan dua
alternative yaitu :
a.
Manusia
Maluku mempunyai tempat kediamamn asli di Maluku sendiri.
b.
‘’Manusia
Maluku mempunyai tempat kediaman asal di luar Maluku.
Untuk memberi jawaban terhadap kedua
alternative diatas perlu ditinjau secara sepintas tentang terjadinya kepulauan
Maluku.
Pembentukan
pulau-pulau di kepulauan Maluku itu terjadi pada zaman Messozoikum dan zaman Neozoikum.
Yaitu antara 150 juta sampai satu juta tahun yang lampau. Dari seluruh kepulauan
dimaluku, ternyata pulau Seram adalah yang tertua struktur geologisnya.
PEMBAHASAN
1.
Asal
usul suku dipulau Maluku (seram)
Dipulau seram Maluku terdapat beberapa suku yaitu :
a.
Suku
Naulu
Suku
ini sering disebut suku Naulu atau Nuahunai, artinya orang yang berdiam di hulu
sungai Nua, yaitu daerah darimana mereka berasal sebelum menempati daerah yang
sekarang. Sekarang orang Naulu berdiam di sebagian wilayah kecamatan Amahai,
dibagian selatan pulau seram, kabupaten Maluku tengah, provinsi Maluku. Jumlah
populasinya hanya sekitar 1.000 jiwa yang menempati empat buahu kampung yang
mereka sebut negeri, ysitu Negeri lama, Rahua, Aisutu, dan Hawalan.[1]
Pola
perkampungan suku Naulu itu berupa rumah-rumah yang berderet disepanjang
kiri-kanan jalan utama kampung. Setiap rumah yang memiliki anak gadis yang siap
untuk dicarikan jodoh mendirikan sebuah bangunan sakral kecil yang mereka sebut
posuno . sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan spiritual umum mereka
mendirikan sebuah bangunan sakral untuk memuja roh kakek dan nenek moyang.
Bangunan itu disebut suwane. selain itu mereka mempunyai sebuah balai
adat yang digunakan untuk musyawarah adat yang dinamai baileo.[2]
Prinsip
kekerabatan bersifat patrilineal, dimana keluarga-keluarga inti bergabung
dengan keluarga inti senior membentuk keluarga batih (rumah tangga) yang mereka
sebut matarumah. Sejumlah mata rumah yang mempunyai kakek moyang yang
samam membentuk sebuah keluarga luas terbatas yang mereka sebut soa.[3]
Masyarakat ini dipimpin oleh seorang
kepala yang biasa mereka sebut kapitan yang dipilih dari keturunan matarumah
yang paling senior dan dominan. Kegiatan adat religi asli dijalankan dibawah
pimpinan seorang kepala adat diseut mauweng. Musyawarah adat biasanya
dihadiri oleh para kepala soa, yaitu : Bunara, Latane, Rohua, dan Yahisuru.
Orang nuaulu mempercayai adanya
tokoh pencipta pertamayang mereka sebut Upu Kuanahatana. Kepercayaan ini
sebenrnya merupakan sistem keyakinan mereka kepada dewa-dewa dan roh kakek
moyang yang dianggap tetap mempengaruhi kehidupan manusia. Roh-roh yang mereka
puja terutama roh para kapitan, untuk itu mereka buatkan sebuah altar pemujaan
dalam baileo. Roh-roh alam yang jahat mereka sebut nitu. Alam pikiran
seperti itu juga mempercayai adanya kekuatan magis yang bisa digunakan manusia
untuk tujuan baik maupun jahat. Kekuatan magis itu mereka sebut matakau.[4]
Suku
Naulu mempunyai beberapa upacara dalam sukunya yaitu, upacara potong kepala,
dalam tradisi memotong kepala manusia, yang masih dipercayai dapat menjaga
rumah adat milik mereka, tradisi ini diyakini bahwa jika tidak mendapatkan
kepala manusia sebagai persembahan maka dapat mendatangkan musibah bagi suku ini.
Tidak hanya itu, bahkan dalam tradisi nenek moyangnya, apabila seorang raja
hendak mengangkat menantu laki-laki, maka sang calon harus menunjukan
kejantanannya dengan mempersembahkan kepala manusia sebagai mas kawinnya.
Selanjutnya ada upacara masa puber.
Masa
puber adalah suatu masa peralihan bagi seorang anak dari sifat kekanak-kanakan
ke usia dewasa. Dalam suku Nuaulu masa ini akan di meriahkan dengan membuat
upacara secara besar-besaran. Jika orang tua yang memiliki anak usia 10-12
tahun, maka anak itu harus mengnenakan cidako yaitu selembar kainyang
berfungsi menutup bagian pusar ke bawah dan kebelakangnya berfungsi untuk
mengikat pinggang.
Upacara
cidako ini dimeriahkan dengan berbagai upacara kesenian dan sajian-sajian
makanan yang beraneka ragam, dan inti upacaraini adalah untuk memberikan bekal
ketangkasan, keterampilan serta kemampuannya untukmenghadapi tugass-tugas berat
yang dialami oleh orang-orang dewasa. Terhadap anak-anak yang mau menginjak
usia dewasa. Pembekalan itu dilakukan dengan menguji seseorang untuk pergi ke
hutan dan ia harus menangkap binatang buas, ketika pengujian itu berlangsung
seorang anak akan dibimbing oleh orang tua mereka dan para tertua adat.
Kemudian ada upacara perkawinan dikalangan suku nuaulu terdapat dua macam
perkawinan, yaitu : kawin minta (lai sosinai). Sebagaimana lazimnya sebuah
pesta perkawinan, suku nuaulu pun memiliki upacara adat istiadat yang tidak
jauh berbeda dengan adat perkawinan pada umumnya, seperti harus adanya maskawin
dari mempelai laki-laki yang diberikan terhadap mempelai perempuan dan besarnya
maskawin tergantung pada kemampuan mempelai laki-laki, namun dalam suku nuaulu
ada keharusan yang di berikan dari pihak laki-laki kepada mempelai perempuan,
seperti 5 meter kain berang dan 5 buah piring tua.[5]
Upacara perkawinan. Perkawinan menurut adat istiadat suku naulu,
dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu: [6]
a)
Jenis
pertama, adalah kawin masuk minta yang diawali dengan proses pertunangan yang
dilakukan melalui acara masuk minta (melamar) gadis oleh pihak keluarga
laki-laki. Pihak keluarga laki-laki telah memberitahukan jam dan tanggal
kedatangan mereka sehingga tua-tua adat dari soa sudah siap menunggu kedatangan keluarga pihak
laki-laki.
b)
Kedua,
pihak laki-laki akan mengantar pakaian (membayar harta) yang berisi bungkusan,
didalam bungkusan berisikan kain batik, kain sarung, sabun mandi, sabun cuci,
diserahkan kepada pihak keluarga perempuan melalui juru bicaranya. Apabila
harta ini sudaah di terima oleh pihak keluarga perempuan selanjutnya akan
ditentukan tanggal dimana pihak keluarga perempuan akan mengantarkan Noho
(sagu) dan makanan lainnya berupa hasil kebun ke rumah keluarga laki-laki.
Harta yang dibawa oleh pihak nlaki-laki, oleh keluarga perempuan akan dibagi
secara merata kepada mereka yang hadir, dan berhak pula untuk menggunakannya.
Tahap perkawinan yang kedua ini disebut “sasi” sebab selesai tahapan ini maka
calon mempelai perempuan tidak boleh mengikuti kegiatan-kegiatan umum dalam
bentuk apapun. Ia mesti tinggal dirumah. Hal ini agar calon mempelai perempuan
terlindungi dan menjaga diri dari kemungkinan adanya godaan laki-laki lain,
juga hal ini berkaitan dengan martabat keluarga dan masyarakat yang selama ini
selalu dijaga oleh orang Naulu, sehingga calon mempelai laki-laki dan calon
mempelai perempuan selalu diawasi dengan keluarganya masing-masing.
c)
Ketiga
adalah antar makanan oleh pihak mempelai perempuan kepada pihak mempelai
laki-laki. Makananini terdiri dari sagu 1(satu) tumang besar, serta kue yang
terbuat dari sagu maupun dari bahan-bahan yang lain, dan minuman seperti the
dan kopi. Sebagai imbalan pihak mempelai perempuan akan mendapat sirih, pinang,
kapur, dan rokok yang diletakan dalam piring putih.
Setelah melalui tigatahap perkawinan
ini maka mempelai laki-laki dan perempuan telah resmi menjadi pasangan suami
istri karena peristiwa ini disaksikan oleh pihak keluarga maupun pimpinan adat.
Dalam melaksanakan perkawinan pada masyarakat Naulu, peristiwa ini melibatkan
seluruh anggota kerabat laki-laki maupun perempuan karna setiap tahap yang akan
dilalui harus diakui oleh orang tua kedua belah pihak.[7]
Selanjutnya ada upacara melahirkan.
Dalam suku naulu seorang ibu yang melahirkan dianggapdirinya dalam keadaan
kotor, oleh karena itu setiap wanita yang melahirkan akan diasingkan ke sebuah
rumah kecil yang dibangundi belakang atau disamping rumah mereka. Mereka
menyebutnya dengan pasumo. Sebelum ibu yang melahirkan keluar dari pasumo, mereka harus mengad’akan
pesta Nuhune yaitu pesta adat khusus bagi perempuan yang baru
melahirkan.
Pesta ini merupakan suatu keharusan
untuk dilaksanakan dan dibuat sesuai dengan kemampuan masing-masing, oleh
karena itu, jika dalam waktu 50 hari keluarga si ibu belum mempunyai atau belum
mampu melaksanakan pesta tersebut, maka ibu yang melahirkan harus tetap tinggal
didalam pasumo tersebut sampai mampu melaksanakan nuhune. Jika sudah bisa
mengadakan upacara, orang tua harus memintakan kesediaan orang-orang tua adat
perempuan atau keturunan maatope hinina untuk memandikan si ibu dengan anaknya,
sehari sebelum upacara dimulai, orang tua adat keluarga yang bersangkutan harus
melakukan puasa.
Suku Naulu mempunyai kebiasaan yang
unik dalam persalinan. Setiap perempuan suku ini yang hamil pada usia Sembilan
bulan, harus dipisahkan dari suami maupun laki-laki lainnya, dan ditempatkan
ditempat khusus yang disebut posuno. Pemisahan ini disebabkan karena suku Naulu
memandangbahwa proses kehamilan 9 bulan ada pandangan bahwa wanita hamil
tersebut akan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat
menimbulkan berbagai bahaya gaib bagi dirinya maupun pada bayi yang
dikandungnya, bahkan juga kepada orang lain yang ada disekitarnya, khususnya
kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat itu maka wanita hamil
tersebut perlu diasingkan atau dipisahkan dari rumah induk, dan tinggal di
posuno atau tikosune hingga tibab saat melahirkan.[8]
Kemudian ada lagi upacara cukur rambut. Upacara cukur rambut atau
dikenal dengan nama O mane bua minna. Upacara ini diadakan pada saat anak berusia
5-6 tahun. Apabila anak sudah berusia 6 tahuntapi keluarga tersebut belum mampu
mengadakan upacara ini, maka akan diadakan debnda kain berang kepada rumah
adat. Dalam upacara ini, rambut si anak dicukur habis, karena dalam kepercayaan
mereka, rambut yang terbawa sejak lahir tidakboleh dibawa sampai besar, karena
sifat kekanak-kanakan yang tidak baik, harus ditinggalkan bersama dengan semua
rmabut yang dicukur itu dan sifat-sifat baik dalam kebesarannya diharapkan ada
pada saat ia dewasa kelak. Pada masyarakat suku naulu tradisi mencukur rambut
merupakan oeristiwa kecil dalam seumur hidup, setelah dewasa rambut seseorang
tidak boleh dicukur lagi, apalagi dalam peraturan adat merka dalam mleaksanakan
upacar a baileu seseorang tida boleh berkepala gundul, aturan ini tidak boleh
dilanggar karena perintah dari maatope. Yang selanjutnya da upacara kematian.
Jika diantara mereka ada yang meninggal, mereka pun mengenal berbagai upacara
kematian, jika seseorang yang meninggal karena penyakit yang telah diderita
terlalu lama, maka mayatnya harus dimandikan. Bila suami yang meninggal maka
istrilah yang memandikan, begitupun sebaliknya, jika istri yang meninggal maka
suami lah yang memandikan. Bagikeluarga yang mampu, mayatnya dibungkus dengan
kain berang, lapisan kedua dengan beberapa lembar kain sarung dan terakhir
dibungkus dengan tikar. Cidako yang dulu dipakai pada masa pubernya
diikut sertakan kemudian diberikan doa-doa yang biasanyadibawa oleh orang tua
adat. Orang yang diperbolehkan membawa mayat ke kuburan hanya emaot orang tidak
boleh lebih dan tidak boleh kurang. Pemakaman mayat dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu : 1 bagi wanita yang meninggal dalam keadaan datang bulan, maka
mayatnya dikubur dalam tanah. Yang ke 2 bagi wanita yang meninggal dalam
keadaan suci dari haid, atau semua maat yang berjenis kelamin laki-laki,
diletakan diatas para-para berkuran 2x2m dan tinggi 2m yang diberi pagar
sekelilingnya. Pemakaman orang-orang biasa dengan kepala-kepala suku adat itu
di pisahkan.[9]
Suku nuaulu mempunyai Adat dan Etika
yaitu bertamu, bertemu, makan dan minum, ludah, kain berang, baeleu.
Bertamu : suku Nuaulu addalah suku
yang sangat menghomati tamu-tamunya. Jika ada tamu yang berkunjung kerumahnya,
mereka langsung mengucapkan tabea (menghormat dan mempersilahkan). Di dalam
rumah masyarakat suku nuala selalu tersedia daun sirih, buah pinang, kapur dan
lain-lain sebagai persediaan pertama untuk menghormati tamunya.
Mereka sangat senangsekali jika tamunya dapat memakan sirih atau
pinang yang telah disediakan. Prinship mereka dalam menjamu tamu adalah, jika
tamu datang dengan senang riang gembira, maka pulangnya pun harus seperti itu.
Bertemu : jika bertemu dengan
temannya di dalam hutan dan kebetulan ia seang memanggang daging, kemudian
temannyamenyapa kemana atau darimana, maka yang bertanya dianggap membutuhkan
daging tersebut. Tanpa diminta daging itu akan diberikan pada orang yang bertanya
tersebut. Jika daging rusa yang dibawanya, maka setelah sampai rumah harus
dijualnya sedikit, jika daging babi yang dibawa maka semua tetangga nya akan
kebagian.
Makan dan minum : suku naulu suka
makan bersama keluarga, jika mereka mau mulai makan, maka diharuskan memakai
baju terlebih dahulu. Makanan dihidangkan diatas tikar yang digelar diatass
tanah kwtika semua keluarga telah berkumpul dan menghadap makanan
massing-masing dari mereka mebaca eh upu tabea .
Ludah : jika seseorang terluka, atau kena penyakit
sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain. Mereka berkeyakinan bahwa
penyakit-penyakit itu dapat disembuhkan dengan ludah orang-orang tua adat.
Dengan mengharapakan bantuan dari Upu kuanahatana, melalui ludah yang dioleskan
pada penderita sakit tersebut. Khusus bagi pengantin baru, ludah pertamanya di
simpan di tempat khusus hingga mereka mempunyai anak kelak.
Kain berang[10] :
kain berang meruoakan pertanda kedewasaannya seseorang, karena seseorang dapat
memakai kain merah atau kain berang ini setelah ia melaui upacara masa puber,
bukan hanya itu, denda atass suatu pelanggaran ditebus dengan kain berang dan
juga kain berang ini merupakan oenghormatan pada seorang ibu yang baru saja melahirkan.
Ketika seorang ibu melahirkan, otomatis dia menumpahkan dartah yang banyak. Dan
kain yang berwarna putih bagian dari sidako yang dipakai ketika upacaramasa
puber, sebagailambang bahwa ayah yang telah memberikan energy kepada ibu yang
menyebabkan adanya manusia.
Baeleu : merupakan bangunan besar
dalam kehidupan masyarakat nuaulu. Baeleu dapat berfungsi sebagai rumah adat,
tempat untuk mebicarakan masalah-masalah adat dibicarakan dan diputuskan di baeleu.
Dan bangunan itupun dipercaya tempat berkumpul kebaikan. Semua upacara pesta
adat dilaksanakan di baeleu, seperti : Titalino (upacara masuk baeleu), cikalele
(upacara tarian setelah masuk baeleu), kabua (pesta pada malam hari
ketika pembukaan baeleu).
b.
Suku
alifuru
adalah suku asli yang
mendiami pulau seram di provinsi Maluku. Mengenai arti kata Alifuru, tersapat
berbagai pendapat, tetapi umumnya bagi penduduk setempat kata alifuru itu
berarti “manusia awal”. Menurut antropolog A.H. Kaene, pulau seram ini
dari dahulu telah didiami suku bangsa yaitu bangsa “alfuros”, bangsa ini
lahir dari percampuran antara bangsa kaukasus, mongol dan bangsa papua.suku
alifuru ini mempunyai ciri fisik yaituberambut kejur dan berkulit agak kuning,
dan juga suku alifurus ini mempunyai kebiasaan menguburkan mayat dengan
meletakan kepala kearah barat.[11]
c.
Suku
alune dan wamale
Suku alune yang mendiami daerah
pedalaman seram barat. Alune berpusat disekitar desa riring.sedaangkan suku
wamale disekitar desa Huniteu. Antropolog F.J.P. Suchse dan Dr. O.D tauren
berpendapat bahwa suku alune berasal dari Utara yaitu kemungkinan dari Sulawesi
utaraatau Halmahera. Suku wamale menurut mereka berasal dari arah timur dan
kemungkinan berasal dari Melanesia.dikalangan penduduk setempat, suku alune dan
wamale dianggap keturunan langsung dari “manusiaa nunusaku”. Manusia nunusaku
adalahsuatu tempat dipuncak sebuah gunung dipulau seram.[12]
2.
Kepercayaan
dan magi di pulau seram
kepercayaan suku nuaulu yaitu konsepsi tentang tuhan. Suku nuaulu
percaya dengan adanya Allah oleh karena itu segala sesuatu yang mereka inginkan
mereka langsung berdoa kepada Allah SWT yang mereka sebut Upu Allah SWT. Upu
ini adalah kepercayaan yang paling tertinggi bagi suku Nuaulu dalam kabata
misalnya disebutkan[13] “eh
upu kuanahatana nante tuaman yaupu amomo, kalu bole aue malisine kuakahue Irene
pakarian duna sanan duna salam tanka weundo kuakarane supaya upare huru amahi
sakahannusanaunda”.
Maksud dari doa tersebut
adalah memohon kepada Upu kuanahatana agarmereka diberikan keselamatan
kebikakkn di dunia untuk dirinya sendiri dan orang lain, dan untuk keselamatan
dunia pada umumnya. Sebelum melakukan doa tersebut mereka pun harus melakukan
upacara terlebih dahulu seperti menyiapkan sesajen yang terdiri dari makanan,
sirih, buah pinang, tembakau, kapur dan beberapa jenis daun tertentu yang
diletakan diatas piring tua. Kemudian mereka harus mengundang para ketua adat
yang nantinya ketua adat tersebut harus berdiri ditengahpintu sambil membacakan
kabata atau yang sejenis dengan hal itu dalam sumpahpunmereka menyebut nama upu
kuahanatana seperti “upu kuahanatana atau upu Allah swt” sambil menunjukan
telunjuknya keatas.
Dalam kepercayaan suku Naulu semua masyarakatnya masih mempertahankan
upacara-upacara posune dan papar gigi, selain itu upacara-upacara yang lain
tidak dilakukan lagi oleh mereka yang menganut agama islam dan penganut agama
Kristen, menunjukan bahwa penganut agama-agama tersebut sungguh-sungguh
meninggalkan kepercayaan mereka yang lama.[14]
Kemudian dalam kepercayaan suku Naulu itu ada kepercayaan yang
disebut dengan Mite penjadian. Ada beberapa beberapa mite dalam kejadian alam,
yaitu proses mite penjadian :
a)
Awalu
(Upu kuanahatan) menjadikan nunusaku. Nunusaku adalahsuatu hal yang
berpribadi. Dari nunusaku inilah menjelma seorang pribadi bentuk laki-laki.
Pada suatu waktu, terjadi hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang
wanita yang berasal dari kayangan(langit). Dari hubungan kedua lawn jenis ini
lahirlah manusia-manusia, seperti Tala, Eti,dan Sapalewa. Dengan izin Upu
Kuanahatana darah yang mengalir dari kelahiran Tala, Etidan Sapawela itu
menjadi danau. Kemudian mengalir menjadi tiga sungai. Yaitu, sungai yang
mengalir ke utara bernama Sapawela, sungai Yang mengalir ke selatan bernama
Tala, sungai yang mengalir ke barat bernama Eti. Dari sinilah kemudian manusia
dan alam berkembang hingga saat ini.
b)
Upu
kuahanatana menciptakan langit sebagai pribadi
laki-laki/adam dan bumi sebagai pribadi peremouan/hawa. Dari persentuhan
kedua pribadi tersebut, lahirlah benda-benda alam yang lain. Dalam proses
terjadinya bumi dan segala isinya. Setelah terjadi semua isi bumi, upu
kuanahatana menurunkan maatope dari langit. Ketika maatope diturunkan dari
langit dengan tali seperti ibenang sutra yang sangat halus, mengingat bumi
dimana tempat turunya maatope ini masih cair maka tiba-tiba berubah jadi padat,
dan akhirnya maatopemaanawa takni maatope laki-laki.setelah itu upu kuanahatan
menciptakan maatopehinana (perempuan) dari langit, langsung diturunkan kebumi.
Dari maatope maanawaadan maatope hinana inilah berkembangnya manusia.
Bukti bahwa
maatope/Upu Ama itu keluar dari Nunusaku ialah karena adanya kabata yang
berbunyi “he le teNunusaku”
intinya dari ungkapan kabata ini Maatope berasal dari Nunusaku.[15]
Kemudian ada suku Alifuru. Dan ternyata suku Alifuru ini ada dua
jenis yaitu, suku alifuru pegunungan dan suku alifuru pesisir. Suku alifuru
gunung masih menganut kepercayaan yang mengandung untusr animisme. Animisme
adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh yang merupakan atas kepercayaan
agama yang mula-mula muncul dikalangan primitif. Sedangkan suku alifuru pesisir
sebagian besar memeluk agama Kristen dan sebagian lainnya menganut agama Islam.[16]
3.
Interaksi
kepercayaan orang Maluku dengan dengan agama-agama lain
Kehidupan suku naulu dalam kesehariannya berbaur dengan masyarakat
lainnya dari kelompok adat lain. Bentuk-bentuk budaya yang dianut dan
dijalankan oleh suku Naulu dalam kesehariannya berbaur dengan masyarakat
lainnya dari kelompok adat lain. Bentuk-bentuk budaya yang dianut dan
dijalankan oleh suku Naulu dipengaruhi oleh sistem religi yang dianutnya.
Masyarakat suku naulu sampai saat ini belum memeluk agama modern manapun
walopun desa-desa tetangganya mayoritas memeluk agama nasrani. Namun demikian
masyarakat naulu mempunyai interaksi yang baik dengan desa tetangganya.[17]
KESIMPULAN
Pulau Maluku terletak diwilayah Indonesia bagian timur mempunyai
posisi geografi yang strategis.Tentang asal usul penduduk maluku yang pertama sampai
sekarang belum dapat dipastikan oleh
para ahli. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan, penduduk Maluku dewasa ini
merupakan percampuran dari berbagai manusia yang pernah berdiam dan memasuki
daerah Maluku.
Di Pulau Seram
Maluku terdapat beberapa suku yaitu : a. Suku Nualu, b. Suku Alifuru, c. Suku
alune dan wamale.
Kepercayaan di
Pulau Maluku sendiri itu beragam, yaitu sebagian mereka ada yang beragama
Islam, Kristen, Animisme, Dinamisme. Masyarakat Pulau seram juga melaksanakan
adat-istiadat kepercayaan local nya.
Masyarakat Pulau Seram berinteraksi
sosial dengan baik kepada agama lain dan juga masyarakat luar. Juga mereka
bertoleransi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Badan penelitian
dan perkembangan agama departemen agama Ri 1999 tradisi beberapa suku
diindonesia, (badan litbang agama departemen agama)
Hidayah
Zulyani, Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia
Johan Nina, Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur patriarki,
hal 107
Http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk, Pengasingan
Wanita Melahirkan Suku Naulu di Dusun Rohua Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku
tengah
https://books.google.co.id, sejarah daerah Maluku, hal, 7
Johan Nina, Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur Patriarki, hal
123
Dedensyahrudinblogspot.co.id, suku alifuru
Marlin salhuteru, suku huaulu di seram utara, hal, 98
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Seram
http://media3.picsearch.com/is?4qe2YfIXijF0IwZ5KQ-jbAXEyUOfTHuzWvzgkLhdCa0&height=227
https://i.pinimg.com/originals/35/db/88/35db881fe5723ea33ee27a8436714123.jpg
[1]
Zulkarnain Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsadi Indoesia, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor, 2015) hal, 290
[2] Zulkarnain Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsadi
Indoesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2015) hal, 290
[3]
Hidayah Zulyani, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan
PustakaObor, 2015) hal, 290
[4]
Hidayah Zulyani, Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia, (Jakarta: yayasan
Pustaka Obor, 2015) hal 290-291
[5] Badan penelitian
dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan
LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen
agama.) hal: 109.
[6]
Johan Nina, Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur patriarki, hal 107
[7]
Hohan Nina, Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur patriarki, hal, 110
[8]Http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk,
Pengasingan Wanita Melahirkan Suku Naulu di Dusun Rohua Kecamatan Amahai
Kabupaten Maluku tengah
[9]
Badan penelitian dan perkembangan agama departemen
agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di
Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 111.
[10] Badan penelitian
dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan
LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen
agama.) hal: 112.
[13]Badan
penelitian dan perkembangan agama departemen agama Ri 1999 tradisi beberapa
suku diindonesia, (badan litbang agama departemen agama), hal, 104
[14]
Johan Nina, Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur Patriarki, hal 123
[15]
Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama Ri 1999 tradisi
beberapa suku diindonesia, (badan litbang agama departemen agama), hal, 107-108
[16]Dedensyahrudinblogspot.co.id,
suku alifuru
[17]
Marlin salhuteru, suku huaulu di seram utara, hal, 98
[18]
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Seram
[19]
http://media3.picsearch.com/is?4qe2YfIXijF0IwZ5KQ-jbAXEyUOfTHuzWvzgkLhdCa0&height=227
[20]
https://i.pinimg.com/originals/35/db/88/35db881fe5723ea33ee27a8436714123.jpg
Comments
Post a Comment