Asal-usul Suku Mentawai
Mentawai merupakan negara kepulauan yang ditemukan di lepas pantai barat
Sumatera (Indonesia) yang terdiri dari sekitar 70 pulau dan pulau. Empat pulau
utama adalah Utara dan Pagai Selatan, Sipora, dan Siberut; dengan Siberut –
mencakup 4.480 kilometer persegi dan dengan jumlah penduduk sekitar 29.918;
yang 90% adalah penduduk asli asal Mentawai, yang lain 10% dianggap terdiri
dari Minangkabau, Jawa, dan Batak, menjadi empat dari yang terbesar. Para
nenek moyang orang Mentawai adat diyakini telah bermigrasi pertama ke wilayah
tersebut di suatu tempat antara 2000 – 500 SM
Pada abad 17 diantara pulau-pulau yang ada di kepulauan Mentawai hanya
Siberut satu satunya pulau yang sudah berpenghuni, sedangkan pulau-pulau
lainnya masih kosong. Di pulau Siberut memang tampak dan jelas pengaruh Nias.
Namun dikalangan orang Mentawai sendiri terdapat legenda mengenai asal-usul
dari suku bangsa ini.
Dahulu ada seorang laki-laki bernama Ama Tawe (bapak si Tawe), bermaksud
mencari ikan ke Pulau Nias. Tetapi malang perahu Ama Tawe dipukul badai, maka
terdamparlah Ama Tawe di suatu pantai (sekarang disebut pulau siberut). Lalu
Ama Tawe berjalan, sampai ke muara sungai (sekarang bernama Simatulu, Siberut
tengah bagian barat). Ama Tawe mendapati pohon sagu yang banyak dan pohon tales
yang subur sekali. Lalu, Ama Tawe membuat perahu untuk menjemput anak dan
istrinya di Pulau Nias. Namun ama Tawe tidak saja hanya mengajak anak dan
istrinya tapi juga mmengajak beberapa orang dari kampungnya untuk ikut
bersamanya. Orang orang menganggap bahwa pulau yang ditemukan Ama Tawe adalah
pulaunya, maka orang orang kampung menyebut pulau itu sebagai pulau Ama Tawe
atau biasa diucap Amantawe yang akhirnya menjadi “Mentawai”.
Suku Mentawai tinggal di kepulauan Mentawai yang terletak sekitar 100 km
di sebelah barat pantai Sumatera, yang terdiri dari 40 pulau besar dan kecil.
Ada empat pulau besar yang didiami manusia yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara,
dan Pagai Selatan. Beberapa hipotesis diajukan untuk menjelaskan asal-usul
genealogi suku Mentawai. Neumann misalnya menggolongkan suku Mentawai dalam
golongan Melayu Polinesia. Bangsa Polinesia sejak dahulu mendiami pulau
Sumatera. Namun kedatangan bangsa Melayu menyebabkan mereka terusir dan
menyingkir ke pulau-pulau kecil di sekitarnya
B. Ciri-ciri dan Karakteristik
Suku Mentawai
Orang-orang Mentawai
memiliki tipe Melayu Polinesia. Beberapa ahli berpendapat demikian karena
berdasarkan anatomi para ahli terhadap tubuh masyarakat Mentawai tergambar,
sebagai berikut :
1. Berkulit kuning
2. Bermata sipit
B.
Rumah Tradisional Mentawai
Rumah Adat Suku Mentawai memiliki 3 jenis rumah yang mempunyai fungsi
masing-masing. Uma, Lalep, dan Rusuk.
1.
Uma, rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan
bersama serta tempat menyimpan warisan pusaka. Juga menjadi tempat suci untuk
persembahan, penyimpanan tengkorak binatang buruan. Setiap kampung mempunyai
Uma-uma itu tersendiri yaitu yang disebut juga dengan Kepala Uma. Uma adalah
rumah besar yang berfungsi sebagai balai pertemuan semua kerabat dan
upacara-upacara bersama bagi semua anggotanya. Ditempati 3 sampai 4 keluarga.
2.
Lalep, tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah
dianggap sah secara adat. Biasanya lalep terletak di dalam Uma. , ditempati
oleh 1 keluarga.
3.
Rusuk, suatu pemondokan khusus, tempat penginapan bagi anak-anak
muda, para janda dan mereka yang diusir dari kampung.
C.
Kepercayaan dan Religi Suku Mentawai
Dalam religinya, bukan hanya manusia yang mempunyai jiwa, tetapi juga
hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka
suatu benda. Selain dari jiwa, ada berbagai macam ruh yang menempati seluruh
alam semesta, yakni di laut, udara, dan hutan belantara. Menurut keyakinan
orang Mentawai, jiwa manusia atau magere terletak di ubun-ubun kapala. Jiwa itu
suka berpetualang di luar jasmani saat orangnya tidur, merupakan mimpinya. Bila
jiwa keluar dari tubuh bisa terjadi bahwa jiwa itu bertemu dengan ruh jahat.
Akibatnya tubuh akan sakit, dan bila jiwa dalam keadaan itu mencari
perlindungan pada ruh nenek-moyang, maka tubuh mungkin akan meninggal. Jiwa itu
kemudian tak akan kembali lagi ke tubuh dan menjadi ketsat (ruh).
Tubuh orang yang telah ditinggalkan magere atau jiwanya menjadi ketsat atau ruh, atau dengan lain kata, orang tersebut telah meninggal. Tubuh yang ditinggalkan berwujud daging dan tulang itu dianggap masih ada jiwanya, yang disebut pitok. Pitok inilah yang amat ditakuti oleh manusia, karena substansi itu akan berupaya mencari tubuh manusia lain, agar bisa tetap berada di dunia yang fana ini. Untuk menghindarinya pitok ini diusir dari rumah orang yang meninggal maupun dari uma dengan upacara karena di tempat itu pitok itu juga bisa bersembunyi mencari mangsanya
Tubuh orang yang telah ditinggalkan magere atau jiwanya menjadi ketsat atau ruh, atau dengan lain kata, orang tersebut telah meninggal. Tubuh yang ditinggalkan berwujud daging dan tulang itu dianggap masih ada jiwanya, yang disebut pitok. Pitok inilah yang amat ditakuti oleh manusia, karena substansi itu akan berupaya mencari tubuh manusia lain, agar bisa tetap berada di dunia yang fana ini. Untuk menghindarinya pitok ini diusir dari rumah orang yang meninggal maupun dari uma dengan upacara karena di tempat itu pitok itu juga bisa bersembunyi mencari mangsanya
Demi kemajuan penduduk, pemerintah
daerah pada saat ini telah mangadakan pemberian beasiswa pada putra-putra
Mentawai. Secara bertahap melalui fase-fase tertentu akan dicapai tingkat mutu
pendidikan yang sama dengan daerah lain. Diharapkan telah ada Sekolah Menengah
Pertama Kejuruan di tiap kecamatan dan Sekolah Menengah Atas untuk Kepulauan
Mentawai serta standarisasi sekolah-sekolah dasar. Guna kelangsungan
pembangunan Kepulauan Mentawai maka diprogramkan pemberian beasiswa bagi
pelajar secara selektif, yang setelah selesai dari studinya dikembalikan
sebagai tenaga-tenaga kerja potensi ke Mentawai.Barat.
E.
Sistem Ekonomi dan Sosial Suku Mentawai
Kebiasaan tata hidup penduduk
Mentawai terpencar-pencar bertahan dengan kehidupan yang statis tradisional.
Pemerintah daerah telah mengadakan usaha yang bertahap untuk memukimkan
penduduk Mentawai. Di samping itu diadakan pembinaan kesejahteraan masyarakat
terasing di pedalaman Mentawai. Usaha-usaha pemerindah dalam memajukan
kepulauan Menatawai telah dimulai sejak tahun 1972, hal ini juga berkaitan
dengan maksud untuk menjadikan Mentawai sebagai daerah pariwisata untuk
melengkapi potensi pariwisata di Sumatra.
Masyarakat Mentawai dengan keserdehanaan cara berfikirnya belum mempunyai pendangan hidup jauh kedepan. Mereka hanya mementingakan suatu perasaan ketenangan, kesenangan, dan kebebasan hidup yang sama dan sederhana. Dengan pandangan yang demikian tentu mereka belum dapat atau terbiasa menerima norma-norma dan peraturan yang terdapat pada masyarakat luarnya. Jika mendapatkan hasil hari ini maka akan dihabiskan hari ini juga, mereka tidak mengenal cadangan atau simpanan untuk hari esok dan hari berikutnya. Keadaan ini adalah sebenarnya karena didikan alam karena apa yang diperlukan sebagai kebutuhan kelompok yang telah disediakan oleh alam.
Masyarakat Mentawai dengan keserdehanaan cara berfikirnya belum mempunyai pendangan hidup jauh kedepan. Mereka hanya mementingakan suatu perasaan ketenangan, kesenangan, dan kebebasan hidup yang sama dan sederhana. Dengan pandangan yang demikian tentu mereka belum dapat atau terbiasa menerima norma-norma dan peraturan yang terdapat pada masyarakat luarnya. Jika mendapatkan hasil hari ini maka akan dihabiskan hari ini juga, mereka tidak mengenal cadangan atau simpanan untuk hari esok dan hari berikutnya. Keadaan ini adalah sebenarnya karena didikan alam karena apa yang diperlukan sebagai kebutuhan kelompok yang telah disediakan oleh alam.
D.
Upacara Perkawinan Suku Mentawai
Di Siberut, pernikahan resmi memerlukan kesiapan pihak lelaki. Lelaki
dimintai pertanggung-jawaban yang cukup berat untuk kelangsungan hidup calon
istrinya. Pihak lelaki mesti membayar mahar yang bernilai tinggi. Hubungan
muda-mudi sebagai pasangan rumah tangga dapat diterima secara sosial dalam
“hubungan rusuk”, yaitu suatu perkawinan yang belum diresmikan adat.
Kedua muda-mudi pasangan rumah tangga harus mendirikan rumah secara
sederhana, sementara si suami berusaha mencari nafkah yang lebih baik dan
kesiapan materi yang lebih memadai. Jika pihak laki-laki dipandang telah cukup
mampu bertanggung-jawab secara materi dengan kepemilikan atas ladang, peralatan
rumah tangga, pohon sagu dan babi, maka perkawinan bisa langsung diresmikan
secara adat. Sejak itu mereka diakui sebagai pasangan yang “dewasa” secara
sosial. Ini adalah tanda bahwa pasangan muda tersebut masuk dalam sistem
sosial, masuk ke dalam kebersamaan adat.
Hubungan ini disebut hubungan lalep. Mereka bisa tinggal di uma ayah si
suami atau bila dia cukup mampu mendirikan rumah sendiri yang disebut rumah
lalep. Seseorang akan menjadi terhormat kedudukannya jika dia telah tinggal di
rumah lalep, yang berarti pernikahannya telah diresmikan adat. Tujuan
pernikahan di Mentawai yaitu untuk melanjutkan keturunan guna menghasilkan anak
yang dapat membantu mereka untuk menyambung hidup seperti di lading bagi ayah,
dan menangkap ikan bagi sang ibu. Perkawinan suku Mentawai pada umumnya adalah
monogami dengan system patrilial, sedangkan perceraian sangat dilarang di suku
Mentawai.
Comments
Post a Comment